(Perkuliahan ke 2)
Sejarah
pancasila
A. Teori asal Mula Pancasila
- Causa Materialis (asal mula bahan) ialah bersal dari bangsa Indoneisa sendiri, terdapat dalam adapt kebiasaan, kebudayaan dan dalam agam-agamanya
- Causa Formalis 9asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaiman Pancasila itu dibentuk rumusannya.
- causa efisisen (asal mula karya) asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon dasar Negara menjadi dasar Negara
- causa finalis (asal mula Tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar Negara.
Unsur-unsur
pancasila berasal dari bangsa indoneisa senidir, walaupun secara formal
Pancasila menjadi dasar Neara Republik Indonesia Pada tanggal 18 Agustus 1945,
namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memilki unsure-unsur
pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa
Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adapt istiadat,
tulisanm bahasa, kesenianm kepercayaan, agama, dan kebudayaan pada umumnya
missal:
1. di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya
kepada Tuhan sejak jaman purba bahkan sampai sekarang. Buktinya masih adanya
candi, mesjid, hari besar agama dsb. Hal ini menunjukan kepercayaan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2. bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan ,adanya
semboyan-semoboyan, kegiatan kemanusiaan dsb. Hal ini menunjukan adanya
kemanusiaan yang adil dan beradab
3. bangsa Indonesia meiliki cirri guyub, rukun, bersatu dan
kekeluargaan sejak jaman kerajaan dahulu sampai sekarang. Menunjukan adanya
sifat persatuan
4. unsure demokrasi sudah ada dari bukti bangunan-bangunan
adapt , balai musyawarah dsb. Menunjukan sifat demokratis Indonesia
5. bangsa kita juga memiliki bahwa kita bangsa yang adil,
dengan danya tempat seperti lumbung padi bersama, sungai dan sumur bersama,
kuburan umum dsb. Hal ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia memiliki rasa
keadilan sosial.
B. Sejarah Pancasila
Pancasila
sebagai kepribadian Indonesia secara histories lahir sejak bangsa
Indonesia ada di bumi nusantara. Istilah Pancasila ini telah dikenal
sejak jaman kerajaan Majapahit pada abad XIV yg terdapat dalam buku
negarakrtagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku Sutasoma karangan Empu
Tantular. Dalam buku Sutasoma istilah Pancasila mempunyai dua pengertian yakni,
pertama, mempunyai arti berbatu sendi yang lima dan kedua ,berarti pelaksanaan
kesusilaan yg lima yaitu :
- dilarang melakukan kekerasan ;
- dilarang mencuri ;
- dilarang berjiwa dengki;
- dilarang berbohong;
- dilarang mabuk / minuman keras.
Dalam
buku Negara kertagama digambarkan kehidupan rakyat majapahit yang hidup tentram
dan sejahtera . kemakmuran negara majapahit dilukiskan sebagai gema ripah loh
jinawi, sedangkan kehidupan beragama digambarkan dengan ungkapan Bhineka
Tunggal Ika tan haa dharma mangrwa, artinya berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Gambaran
tersebut menunjukan bahwa kehidupan bangsa Indonesia pada masa kerajaan
Majapahit telah dilandasi dan dijiwai oleh nilai-nilai moral Pancasila. Yakni
persatuan dan kesatuan bangsa, rakyat hidup tenteram dan kehidupan antar umat
beragama telah rukun dan berdampingan. Benih-benih kehidupan yang dilandasi
oleh nilai moral Pancasila inilah yang kemudian dijadikan sumber
pemikiran dalam merumuskan Pancasila oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia pada
saat merumuskan dasar Negara Indonesia yaitu pada sidang BPUPKI.
Sejarah
pembuatan Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di kemudian
hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki
Koiso pada tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1
Maret 1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.
Organisasi
yang beranggotakan 74 orang (67 orang Indonesia, 7 orang Jepang) ini mengadakan
sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 - 1 Juni 1945 untuk merumuskan
falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Dipimpin oleh ketua BPUPKI K.R.T
Radjiman Widiodiningrat, berturut-turut Mr. Muhammad Yamin, Prof Dr Mr. Soepomo
dan Ir Soekarno mendapatkan kesempatan untuk mengucapkan pidatonya.
Selama tiga hari itu tiga orang, yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno,
menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar negara Indonesia.
Dalam
pidato singkatnya hari pertama, Muhammad Yamin mengemukakan 5 asas bagi negara
Indonesia Merdeka, yaitu kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan
kesejahteraan rakyat. Soepomo pada hari kedua juga mengusulkan 5 asas, yaitu
persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah, dan keadilan social
(namun hanya mengenai paham
negara integralistik). Pada hari ketiga, Soekarno
mengusulkan juga 5 asas. Kelima asas itu, kebangsaan Indonesia,
internasionalisme atau perikemanusiaan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan
sosial, dan ketuhanan yang Maha Esa, yang pada akhir pidatonya Soekarno
menambahkan bahwa kelima asas tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang
disebut dengan Pancasila, diterima dengan baik oleh peserta sidang. Oleh karena
itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya pancasila.
Namun
untuk membuat susunan dasar Negara Indonesia Merdeka yang seutuhnya maka
diadakan kembali panitia khusus yang disebut Panitia Sembilan. Panitia Sembilan
terdiri dari sembilan orang, yaitu :
1) Ir. Soekarno (Ketua merangkap anggota)
2) Drs. Mohammad Hatta (Wakil Ketua merangkap anggota)
3) K.H Wachid Hasyim
4) Abdoel Kahar Moezakir
5) Mr. AA. Maramis
6) Abikoesno Tjokrosoeyoso
7) H.Agus Salim
8) Mr. Achmad Soebardjo
9) Mr. Muhammad Yamin
Pada
tanggal 2 juni 1945 Panitia Sembilan berhasil menyusun/ merumuskan naskah
Rancangan Pembukaan UUD yang kemudian dikenal sebagai Piagam Djakarta (Djakarta
Charter). Dalam piagam tersebut dirumuskan:
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin Oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia
Sidang kedua (10-17 juli 1945) BPUPKI menentukan
perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama.
Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam anggota baru. Sidang
lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau
panitia sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil
rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1)
Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota
berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno
Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang 3) Panitia ekonomi dan keuangan dengan
ketua Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi
panitia kecil Perancang Hukum Dasar yang dipimpin Soepomo. Panitia-panitia
kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah dapat menyelesaikan
tugasnya Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Linkai), yang sering
disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Selanjutnya tanggal 14
Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia sembilan yang
dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar, dan pada
tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan. Hari terakhir sidang BPUPKI
tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan selesailah tugas badan tersebut. Pada
tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada
tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi kemerdekaan, datang
berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa utusan tersebut
adalah sebagai berikut:
·
Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
·
Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran
Noor, wakil dari Kalimantan
·
I Ketut Pudja, wakil dari Nusa
Tenggara
·
Latu Harhary, wakil dari Maluku.
Mereka
semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam
rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya,
yang berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya"
Pada
Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan
mengubah tujuh kata tersebut menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Pengubahan kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4
orang tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo,
dan Teuku M. Hasan. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan
dan kesatuan bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan
pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945
Pancasilapun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
Dan
pada tanggal 18 agustus pula PPKI mengadakan sidang pertamanya dan menghasilkan
3 keputusan penting ;
- menetapkan dan mensahkan UUD 1945 sebagai UUD Negara RI
- memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden
- akan memebentuk Badan Komite Nasional sebagai badan pembantu presiden sebelum MPR dan DPR terbentuk.
Sidang kedua tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah propinsi,
termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian. Sidang ketiga tanggal 20,
membicarakan agenda badan penolong keluarga korban perang, satu di antaranya
adalah pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 22 Agustus 1945 diselenggarakan
sidang PPKI keempat. Sidang ini membicarakan pembentukan Komite Nasional Partai
Nasional Indonesia. Setelah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak
langsung bubar, dan para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). Anggota KNIP ditambah dengan pimpinan-pimpinan rakyat dari semua
golongan atau aliran dari lapisan masyarakat Indonesia.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alenia 4 antara lain berbunyi:
“….., maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sejak
saat itu bunyi dari sila-sila Pancasila adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin Oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Untuk menghindari terjadinya keragamaan baik dalam bentuk rumusan, pembacan
maupun dalam pengucapan sila-silanya presiden kemudian mengeluarkan Intruksi
Presiden Nomor 12 Tahun 1968 mengenai Rumusan Negara dan Penulisannya.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
- Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.
- Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
- Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai
dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni:
- Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” (Rumusan I).
- Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
- Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
- Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
- Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V).
- Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
- Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan
PANCASILA DAN
PEMBUKAAN UUD’45
HUBUNGAN PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD’45
Hubungan Secara Formal antara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945: bahwa
rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah seperti yang tercantum
dalam Pembukaan UUD’45; bahwa Pembukaan UUD’45 berkedudukan dan berfungsi
selain sebagai Mukadimah UUD’45 juga sebagai suatu yang bereksistensi sendiri
karena Pembukaan UUD’45 yang intinya Pancasila tidak tergantung pada batang tubuh
UUD’45, bahkan sebagai sumbernya; bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD’45
dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan
terlekat pada kelangsungan hidup Negara RI.
Hubungan Secara Material antara Pancasila dan PembukaanUUD 1945: Proses
Perumusan Pancasila: sidang BPUPKI membahas dasar filsafat Pancasila, baru
kemudian membahas Pembukaan UUD’45; sidang berikutnya tersusun Piagam Jakarta
sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD’45.
KEDUDUKAN HAKIKI PEMBUKAAN UUD’45
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memiliki kedudukan yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia karena terlekat pada proklamasi 17
Agustus 1945, sehingga tidak bisa dirubah baik secara formal maupun material.
Adapun kedudukan hakiki Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah pertama;
Pembukaaan Undang-Undang Dasar memiliki kedudukan hakiki sebagai pernyataan
kemerdekaan yang terperinci, yaitu proklamasi kemerdekaan yang singkat dan
padat 17 Agustus 1945 itu ditegaskan dan dijabarkan lebih lanjut dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedudukan hakiki Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang kedua adalah bahwa
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung dasar, rangka dan suasana bagi
negara dan tertib hukum Indonesia. Maksudnya adalah Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan pengejawantahan dari kesadaran dan cita-cita hukum serta
cita-cita moral rakyat Indonesia yang luhur (Suhadi, 1998). Kedudukan hakiki
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang ketiga adalah bahwa Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 memuat sendi-sendi mutlak bagi kehidupan negara, yaitu tujuan
negara, bentuk negara, asas kerohanian negara, dan pernyataan tentang
pembentukan UUD.
Kedudukan hakiki Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terakhir adalah bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung adanya pengakuan terhadap hukum kodrat, hukum Tuhan dan adanya hukum etis atau hukum moral. Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat unsur-unsur, bentuk-bentuk maupun sifat-sifat yang me-mungkinkan tertib hukum negara Indonesia mengenal adanya hukum-hukum tersebut. Semua unsur hukum itu merupakan sumber bahan dan sumber nilai bagi negara dan hukum positif Indonesia.
FUNGSI DAN
KEDUDUKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila,
dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang
mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya
yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti
inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh
kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai
dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan
Pancasila sebagai dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila
dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah
seharusnya semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia
bersumber pada Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur
kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum
yang menguasai dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana
kebatinan tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat
pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma
ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak peraturan
perundang-undangan lainnya, seperti misalnya ketetapan MPR, undang-undang,
peraturan pemerintah dan lain sebagainya.
PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup
adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan
rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk
mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara
dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa
adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya
oleh suatu bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya
di dalam sikap hidup sehari-hari.
Setiap bangsa
di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan acuan di
dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa
Indonesia, sikap hdup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari
budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai
cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian
memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila di samping
merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur
bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu
itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama
seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan
dijunjung tinggi.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Menurut Prof. Dr. Winardi, SE ada 3
definisi (pengertian) system
(a). Sistem adalah keseluruhan
bagian yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya menurut satu rencan yang ditentukan, untuk
mencapai tujuan tertentu. (H. Thierry)
(b). Sistem adalah seperangkat
bagian yang saling berhubungan, bekerja bebas mengejar keseluruhan tujuan dengan kesatuan
lingkungan. (William A. Shorde/Dan Voich Jr)
(c). Sistem adalah himpunan unsur
(elemen) yang saling mempengaruhI untuk mana hukum tertentu menjadi berlaku.
(Ludwig Von Bertalanffy)
Definisi ini menekankan pada:
1. Kelakuan
berdasarkan tujuan tertentu
2. Keseluruhan melebihi bagian
3. Keterbukaan sistem saling
berhubungan dengan sebuah sistem yang lebih besar, yakni lingkungannya.
4. Tranformasi, bagian-bagian yang
bekerja menciptakan sesuatu yang mempunyai nilai.
5. Antar hubungan berbagai bagian
harus cocok dengan yang lainnya.
6. Mekanisme kontrol, yakni adanya
kekuatan yang mempersatukan dan mampu mempertahankan sistem tersebut.
Yang disebut sistem (kata benda)
sistematis/sistematik (kata sifat), adalah:
1. Sesuatu (negara, organisasi,
tubuh) yang terdiri dari beberapa bagian,elemen, komponen
2. Diantara bagian, elemen, komponen
saling berhubungan (relasi) dan saling berkesesuaian (relevansi)
3. Diantara bagian tidak saling
bertentangan (kontradiksi),
4. Di antara bagian saling
melengkapi dan mempengaruhi,
5. Diantara
bagian merupakan satu kesatuan (Unity) tak terpisahkan (komprehensif integralistik),
6. Diantara
bagian mempunyai tujuan (goal/teleologis) yang sama.
Pancasila bersifat
sistematis/sistematik, karena:
1. Pancasila
terdiri dari beberapa Sila, yakni Lima Sila
2. Diantara Lima Sila mempunyai
hubungan yang sifatnya hirarkis (Sila pertama: Ketuhanan mendasari dan menjiwai Sila
kemanusiaan, Sila persatuan, Sila kerakyatan dan Sila keadilan
3. Diantara Sila-Sila dalam Pacasila
tidak saling bertentangan, bahkan merupakan satu kesatuan yang bersifat
komprehesif integralistik, saling mendukung dan saling melengkapi.
4. Diantara Sila-Sila dalam
Pancasila mempunyai tujuan dan fungsi yang sama, sebagai Dasar Negara, Dasar
Filsafat Bangsa, Ideologi maupun sebagai Pandangan Hidup (way of life) Bangsa
Indonesia.
B. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
1. Pengertian Filsafat
1. Pengertian Filsafat
a. Pengertian Filsafat Secara
Etimologis Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua
kata, yakni philos, philia, philien yang artinya senang, teman dan cinta dan
sophos, sophia dan sophien yang artinya kebenaran (truth), keadilan (justice),
dan bijaksana (wise) atau kebijaksanaan (wisdom).
Pengertian filsafat secara
etimologis dapat disimpulkan adalah Cinta kebenaran atau cinta
kebijaksanaan/kearifan.
Selain itu kata filsafat berasal
dari bahasa Arab, dari falsafah, dari bahasa Inggris yaitu philosophy, bahasa
Indonesia filsafat (kata sifat filsafati) atau filosofi (kata sifat filosofis),
falsafah yang semuanya mempunyai arti yang sama.
b. Pengertian Filsafat
Secara Definitif
Secara Definitif
Pengertian filsafat dari Ahli
(Filsuf):
1. Plato: filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles: filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, politik dan estetika.
3.Immanuel Kant: Filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan, yang tercakup di dalam empat persoalan.
1. Prof. Drs. Notonegoro, SH:
filsafat adalah pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang mencari dan mempelajari yang ada
(ontologi) dan hakekat yang ada (metafisika) dengan
perenungan (kontemplasi) yang mendalam (radikal) sampai menemukan substansinya.
2. Drs. Hasbullah Bakry, S.H:
filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang mendalam mengenai
Ketuhanan (theologi), alam semesta (kosmologi) dan manusia (antropologi),
sehingga menghasilkan penge tahuan bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat
dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapainya.
Simpulan:
Filsafat adalah ilmu yang mencari
dan mempelajari tentang hakekat (metafisika).
Oleh karena itu filsafat juga
disebut Ilmu tentang hakekat atau ilmu hakekat (metafisika).
Ditinjau dari perspektif
permasalahannya filsafat dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
Pertama: filsafat sebagai hasil
perenungan/kontemplasi (produk).
Filsafat sebagai jenis
pengetahuan, ilmu konsep pemikiran-pemikiran para filsuf.
Pada zaman dahulu, yang lazimnya
merupakan suatu aliran/paham, misal: idealisme rasionalisme, materialisme,
pragmatisme.
Filsafat
sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil aktivitas
berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan pada akal manusia.
Kedua: Filsafat sebagai suatu
proses, yang berbentuk sebagai aktivitas berfilsafat, sekaligus proses pemecahan masalah (problem solving) dengan
menggunakan berbagai metode ternetu sesuai dengan objeknya.
Adapun cabang-cabang filsafat adalah
1.
Metafisika: memepelajari hal-hal yang ada di balik alam fisik/alam indrawi
(riil), yang meliputi bidang-bidang : ontologi,
kosmologi, antropologi, dan theologi.
2. Epistimologi: yang mepelajari
tentang hakekat pengetahuan.
3. Logika mempejari tentang
kaidah-kaidah berpikir, yakni tentang axioma, dalil dan rumusan berpikir
(thinking) dan bernalar (reasoning)
4. Etika: mempejari hal-hal yang
berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
5. Estetika: mempelajari hal-hal
yang berhubungan dengan yang indah (estetik) dan yang mempunyai nilai seni
(artistik).
6. Methodologi: mempelajari hal-hal
yang berhubungan dengan suatu metode, diantaranya, metode deduksi, induksi, analisa, dan
sintesa
Berdasarkan cabang-cabang filsafat
inilah, maka Pancasila dapat dikatakan:
1. Sebagai Sistem Filsafat, karena
di dalamnya terdapat nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai manusia
(antropologi), nilai kesatuan (metafisika, yang berhubungan dengan penger tian hakekat
satu), kerakyatan (hakekat demokrasi) dan keadilan (hakekat keadilan).
Pancasila Sebagai Susunan kesatuan
Organis
Pancasila Bersifat Hierarkis
Piramidal
(Muhammad Haris, MKn - Fakultas Syariah IAIN Antasari)
www.harisbanjarmasin.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar